Skip to content

LET'S DO SOME

READING

RISETalk #34: Perspektif Penyintas dalam Kekerasan Seksual

Penulis: Mohammad Zakky Roihul Firdaus

Editor: Jennifer Dinata

Halo Sobat Remaja!

Fenomena kekerasan seksual merupakan salah satu masalah yang patut mendapatkan perhatian khusus saat ini. Tentunya, tindakan tersebut melanggar norma dan aturan baik kesusilaan maupun agama. Masalah mendasar yang melatarbelakangi fenomena kekerasan seksual adalah masih banyak masyarakat yang tidak menyadari bahwa kekerasan seksual bisa terjadi di mana saja dan kapan saja sekalipun di tengah-tengah masyarakat agamis. Kali ini RISE Foundation dalam RISETalk 34 membicarakan topik Perspektif Penyintas dalam Kekerasan Seksual bersama Devi Asmarani, Co-Founder dan Chief Editor Magdalene.

Istilah kekerasan seksual mengacu pada tindakan seseorang yang tujuannya untuk mengontrol atau memanipulasi orang lain dan mendorong mereka untuk terlibat dalam aktivitas seksual yang tidak diinginkan. Tindakan kekerasan seksual ini tidak jarang membuat penyintas ragu untuk melapor kepada pihak berwajib karena sering kali mengalami diskriminasi dan stigma negatif. Mereka yang mengalami kekerasan seksual merasakan efek mendalam pada kesejahteraan fisik dan psikologis. Hal ini diperparah jika penyintas masih di bawah umur.

Penyintas cenderung tidak mengungkapkan kejadian atau permasalahannya karena konstruksi masyarakat yang menjadikan korban sebagai penyebab utama dari adanya tindakan kekerasan seksual. Penyintas seringkali dihakimi karena cara berpakaian dan cara bersikap yang dirasa mengundang nafsu. Hal ini membuat para penyintas kekerasan seksual tetap diam dan menyalahkan diri sendiri sehingga berdampak pada pemulihan psikologis.

Salah satu cara untuk mempercepat proses pemulihan psikologis penyintas adalah dengan berbagi cerita bersama teman, keluarga, atau kerabat dekat. Dengan begitu, mereka bisa merasa tidak terbebani sendirian. Namun, bercerita kepada orang lain sebagai seorang penyintas kekerasan seksual bukan sebuah hal yang mudah. Oleh karena itu, penyintas bisa mencoba bercerita sedikit demi sedikit dan sejujur mungkin dengan orang yang dapat dipercaya, minimal agar mereka bisa mengeluarkan keluh kesah yang dirasakan. Tekanan psikologis berupa trauma yang tak berkesudahan juga dapat terjadi karena mendapatkan stigma negatif dari masyarakat. Kita dapat meringankannya dengan memberikan pendampingan psikologis dan penasihat hukum.

Peran media sangat penting dalam menyediakan platform bagi  para penyintas kekerasan seksual untuk berbicara. Media dapat menghadirkan citra positif tanpa menghakimi penyintas kekerasan seksual agar masyarakat luas mendukung dan menghormati mereka. 

Kekerasan seksual merupakan masalah yang sangat besar. Sayangnya, masalah ini belum bisa terselesaikan secara optimal. Indonesia sudah memiliki UU TPKS yang disahkan beberapa bulan lalu sebagai salah satu breakthrough dalam melawan kekerasan seksual. Tetapi, UU tersebut tidak akan berdampak apapun jika pola pikir dan berperilaku masyarakat tidak berubah. Mungkin kita merasa tidak terdampak atau tidak pernah mengalami kekerasan seksual, namun masih banyak penyintas di luar sana yang membutuhkan ketegasan dari UU ini. Untuk teman-teman yang pernah mengalami kekerasan seksual, kalian tidak sendirian. Jangan simpan luka itu sendiri, carilah cara untuk melangkah keluar dan melalui proses pemulihan itu dengan positif. Jangan pernah ragu untuk meminta bantuan kepada orang lain, percayalah bahwa kalian semua adalah sosok yang pemberani!

Highlight

Article

Kick Off the 2nd Year of KOPAJA

On the first day of the activity, the agenda began with remarks from RISE Foundation representatives and the reading and signing of the cooperation contract. The main session discussed reflections on the implementation of the Urban Futures 2024 programme, with discussions on obstacles, lessons learned, and improvements that need to be made in 2025. One of the major changes is the adjustment of the cooperation model with CAI organisations, where in the future, KOPAJA will no longer refer to one particular organisation in involving inclusivity. This change aims to open up wider collaboration opportunities with various other inclusion organisations.

Read More »
Article

YOUTH NUTRITIATIVE II

RISE Foundation supported by the Global Alliance for Improved Nutrition (GAIN) Indonesia is committed to encouraging inclusive and meaningful youth participation in the fulfilment of the right to nutrition information and access to healthier, safer, affordable, responsible and less wasteful food for adolescents in Indonesia.
This commitment is realised through the Youth Nutritative (Nutrition Innovative) batch II initiative. Youth Nutritiative II is a continuation of the previous Youth Nutritiative programme which focused on issues such as healthier food choices, food labelling, food categorisation, and accessibility.

The programme is implemented from August to December 2024 by involving youth organisations from various backgrounds and issue focuses to collaborate in creating an ecosystem that supports the right to nutrition information, and access to healthy and sustainable food.

Read More »