Penulis: Nadia Mulanie
Editor: Zakky Roihul
Halo, Sobat Remaja!
Pada RISETalk ke-29 ini, RISE bersama dengan Kak Nanda Wardana dari Psychology Talk mengangkat tema tentang “FOMO: Look Around and See For Yourself“. Istilah FOMO muncul pada tahun 2004, yang menjelaskan fenomena yang ada di media sosial yaitu missing out dan terlalu kompulsif.
Adanya pandemi Covid-19 ini membuat kita banyak tinggal di rumah dan berhubungan dengan orang lain melalui media sosial. Semakin banyak orang menggunakan media sosial untuk berbondong-bondong menunjukkan kehidupannya, istilahnya adalah online diary. Setiap orang bisa unjuk kebolehan atas apa yang dia punya sehingga tidak jarang memicu timbulnya rasa tidak percaya diri dan insecure dari yang melihatnya. Selain itu, banyak sekali orang yang mengikuti tren tertentu tanpa mempelajari lebih lanjut informasi yang diterima. Nah, apakah ini bisa disebut FOMO? Apa yang membuat orang-orang mengalami FOMO?
Biasanya, FOMO diasosiasikan dengan perasaan negatif seperti perasaan tertinggal dari orang lain, inferior, dan kesepian. Ada sebuah riset yang menyatakan bahwa salah satu efek negatif dari bersosial media adalah kita merasa “mengapa hidup kita tidak seperti orang lain?”. Perasaan membandingkan diri sendiri dengan orang lain tersebut secara manusiawi wajar saja. Namun, terkadang perasaan itu menjadi sangat intens, sehingga kita terdorong untuk menyamai orang lain.
Dampak yang sangat besar dari FOMO adalah merasa tertinggal sehingga memaksakan diri untuk meniru orang lain. Padahal, hal itu tidak baik untuk kesehatan mental kita. Perasaan terpaksa jika terus menerus dipendam dan tidak pernah dibicarakan akan menjadi masalah. Hal tersebut nantinya juga akan menimbulkan ketidakpercayaan diri, perasaan cemas, serta perasaan tidak kompeten dan tidak mempunyai kontrol ketika tidak berhasil memenuhi tuntutan tren.
FOMO menjadi berbahaya ketika merasa terus berlomba dengan orang lain. Padahal, hidup bukan sebuah kompetisi dan kehidupan setiap orang tidak bisa dibandingkan. Untuk itu, kita harus memahami batas kemampuan kita. Lantas bagaimana caranya agar kita dapat mengurangi FOMO?
Kita harus mengetahui terlebih dahulu seperti apa diri kita dan seberapa jauh batas kemampuan kita. Jangan memaksakan diri dan memaksakan kehendak hanya untuk mengikuti tren yang belum tentu cocok untuk kita. Carilah koneksi yang membuat kita merasa nyaman. Jangan sampai kita memaksakan diri untuk masuk ke lingkungan yang sebenarnya tidak cocok untuk kita hanya demi konten di media sosial. Dengan begitu, kita bisa lebih mensyukuri kehidupan.
Di era digital saat ini, kita memang dituntut harus up to date. Namun, kita juga harus mengontrol diri dan mengetahui batasan serta kemampuan kita. Fokus terhadap apa yang kita mau dan apa yang kita bisa lakukan. Memang ada masanya kita harus beradaptasi untuk meningkatkan kemampuan, agar kita juga mengetahui kelebihan dan kelemahan diri.
Nah di RISETalk kali ini, Kak Nanda berpesan bahwa kita sebagai warganet harus menggunakan media sosial sebijak mungkin. Jangan bandingkan diri kita dengan orang lain, mulailah memperhatikan hal-hal di sekitar kita karena terkadang kebahagiaan datang dari hal-hal kecil. Mengikuti tren tidak masalah tetapi harus tetap tahu batasan kita.