Kesetaraan gender atau gender equality merujuk pada kedudukan yang setara antara laki-laki dan perempuan tentang hak dan kewajibannya masing-masing. Gender berbeda dengan jenis kelamin. Gender merupakan sebuah konstruksi sosial budaya yang cair dan dapat berubah seiring dengan berjalannya waktu. Sementara itu, jenis kelamin atau sex merupakan ketetapan biologis yang hanya ada dua yaitu jantan (male) dan betina (female). Jenis kelamin melekat secara fisik pada tubuh manusia dan terlihat perbedaannya antara laki-laki dan perempuan. Tidak seperti hak dan kewajiban gender yang dapat saling bertukar, ciri biologis tidak dapat saling ditukarkan. Menstruasi dan kehamilan hanya dapat dialami oleh seseorang yang memiliki rahim, sedangkan akses terhadap sumber daya dan kesempatan hidup, partisipasi dalam perekonomian dan pengambilan keputusan, pemberian aspirasi, perlindungan, serta pemenuhan kebutuhan harus dimiliki oleh semua orang terlepas dari gendernya.
Kesetaraan gender di Indonesia masih butuh perjuangan karena budaya patriarki yang melekat sehingga perempuan selalu dituntut untuk mengemban peran domestik. Oleh karena itu, salah satu bentuk ketidaksetaraan gender adalah ketika laki-laki mengerjakan pekerjaan rumah dan dianggap luar biasa sedangkan perempuan mengerjakan pekerjaan rumah dianggap sudah kodratnya. Tidak hanya merugikan perempuan, kesetaraan gender juga berdampak buruk bagi laki-laki. Sedari kecil, laki-laki diajari untuk menjadi sosok yang selalu kuat dan tidak boleh terlihat lemah. Hal sederhana seperti mengungkapkan kesedihan atau ketakutan dengan menangis dianggap hal yang tidak maskulin oleh laki-laki.
Contoh lain dari ketidaksetaraan gender yang sudah memasuki ranah hukum adalah pemerkosaan. Tindakan pemerkosaan sangat erat dengan relasi kuasa dan dapat terjadi di luar maupun di dalam ikatan pernikahan. Marital rape dapat terjadi ketika relasi antara suami dan istri tidak setara. Salah satu pihak mengontrol pihak lain sehingga kegiatan seksual yang terjadi tidak didasari oleh consent atau persetujuan dari kedua belah pihak.
Sudah banyak orang yang bersuara mengenai kesetaraan, tetapi di sisi lain masih banyak pula orang yang malas untuk mengubah pandangan mereka. Budaya patriarki telah tertanam di dalam diri masyarakat Indonesia, sehingga banyak pihak yang denial dan merasa takut dengan adanya kesetaraan, hak yang dimilikinya atas dasar gender akan hilang. Selain itu, kesetaraan gender sering dianggap sebagai budaya barat. Orang-orang banyak yang belum memahami bahwa isu kesetaraan gender telah ada sejak Indonesia belum merdeka.
Gender equality memandang adanya kesetaraan antara perempuan dan laki-laki merupakan sebuah keharusan. Namun, kesetaraan tersebut tidak berarti bahwa salah satu pihak menginginkan hak milik pihak lain atau ingin melepaskan tanggung jawab yang melekat padanya. Pada dasarnya, setiap manusia setara dan semartabat sehingga harus menghargai satu sama lain. Oleh karena itu, kesetaraan gender bertujuan agar semua orang dengan berbagai ekspresi gender yang lain dapat saling menghormati dan menghargai sehingga menimbulkan hubungan yang harmonis.
Kesetaraan gender sudah memiliki akar perjuangannya di Indonesia, tetapi masih banyak bidang yang belum dicapai. Meskipun sulit untuk diimplementasikan, sebagai generasi muda kita harus menyadari dan speak up bahwa kita butuh kesetaraan gender.