Sejarah Hari Keluarga Nasional dilatarbelakangi oleh peristiwa penyerahan kemerdekaan Indonesia oleh Belanda pada 22 Juni 1949. Tepat satu minggu selanjutnya yaitu tanggal 29 Juni, para pejuang kembali ke rumah dan berkumpul dengan keluarganya masing-masing. Sejak tahun 1993, presiden Soeharto menetapkan tanggal 29 Juni sebagai Hari Keluarga Nasiona.
Tujuan dari peringatan Harganas adalah untuk menyemangati kembali keluarga yang pada waktu itu terpisah karena peperangan dan mengembalikan lagi fungsi keluarga. Fungsi keluarga tersebut meliputi fungsi agama, kasih sayang, perlindungan, sosialisasi dan pendidikan, sosial budaya, reproduksi, ekonomi, dan lingkungan.
Makna keluarga selalu sesuai dengan tujuannya yaitu membangun Indonesia yang bertanggungjawab dan inklusif. Keluaga harus bisa mencakup lima dimensi yang dibutuhkan yaitu kelahiran, kesehatan, pendidikan, kesejahteraan, dan masa depan. Keluarga inti maupun keluarga besar hendaknya dibangun dengan tujuan yang positif dan bersama-sama memperbaiki kekurangan agar dapat mencapai tujuan bersama.
Banyak hal yang dapat dilakukan untuk merayakan Harganas. Tidak harus dirayakan dengan hal-hal besar, kita bisa melakukan hal kecil seperti saling bercerita, berbagi hadiah, menelpon anggota keluarga yang ada di perantauan, atau mengirimkan ucapan melalui pesan singkat. Perayaan Harganas dapat dilakukan oleh siapapun terlepas dari bentuk bentuk keluarga yang dimiliki. Apabila merasa memiliki keluarga yang kurang ideal, anak muda dapat berbagi cerita kepada orang lain untuk mendapatkan rasa kekeluargaan selain dari keluarga inti mereka. Keluarga bisa berbentuk apapun, tidak harus sepasang orang tua dan anak. Rasa kekeluargaan bisa ditemukan dari orang-orang di sekitar kita.
Terkadang anak muda memiliki keinginan yang menggebu-gebu tetapi diterima dengan kurang baik oleh orang tuanya. Anak dapat menyampaikan perasaannya melalui kalimat-kalimat positif seperti “aku kecewa ketika Ibu seperti ini”. Dibandingkan menggunakan kalimat negatif seperti “aku tidak suka hal seperti ini”, kalimat positif akan meminimalisasi terjadinya konflik. Tidak hanya anak, orang tua juga harus mulai menggunakan kalimat-kalimat positif dalam mendidik anaknya. Selain itu, menurunkan ego ketika berbicara dengan orang tua dapat membuat mereka lebih menerima opini dan perasaan kita. Hal-hal kecil seperti itu akan memberikan nilai positif di kehidupan keluarga, bahkan dapat berpengaruh kepada berbagai aspek seperti tumbuh kembang anak. Rumus keluarga adalah “saling”: saling menghargai, saling membantu, saling mencintai, dan saling berbuat kebaikan lainnya.