Skip to content

LET'S DO SOME

READING

RISETalk #1: PANCI – Perkosa Atas Nama Cinta

 

Tanggal 14 Februari selalu dirayakan sebagai hari Valentine terutama oleh para pasangan yang masih berusia muda. Meskipun di Indonesia perayaan hari kasih sayang tersebut menuai pro dan kontra sampai saat ini, masih banyak orang yang merayakannya dengan bertukar kado, memberi coklat dan bunga, makan malam, dan melakukan hal-hal romantis berdua. Namun, berdasarkan data dari PKBI, beberapa bulan setelah hari Valentine angka kasus Kehamilan Tidak Direncanakan (KTD) dan kekerasan meningkat. Nah, kok bisa ya?

Salah satu penyebab tingginya angka KTD dan kekerasan tersebut adalah PANCI. PANCI atau Perkosa Atas Nama Cinta merupakan salah satu kekerasan seksual dalam pacaran. Sering kali, PANCI dilakukan dengan dalih untuk menunjukkan rasa cinta melalui berbagai aktivitas seksual. Apabila pihak yang diajak tidak mau melakukannya, pihak yang mengajak biasanya akan menuduhnya tidak lagi cinta kepadanya. Baik laki-laki maupun perempuan dapat menjadi korban dari PANCI, karena keduanya juga berpotensi menjadi pelaku pemerkosaan.

Pemerkosaan tersebut tidak hanya terjadi melalui paksaan secara fisik, tetapi juga melalui tekanan secara mental dan psikologis seperti ancaman hubungan akan berakhir apabila keinginan seksual tidak dipenuhi. Pihak yang diancam biasanya akan merasa takut ditinggalkan atau tidak dicintai lagi sehingga secara terpaksa melakukan kegiatan seksual yang dikehendaki oleh pasangannya. Selain itu, ketika salah satu pihak merasa terpaksa dalam memberikan consent atau persetujuan untuk berhubungan seksual, hal tersebut juga sudah dapat dikategorikan sebagai pemerkosaan. Consent dibutuhkan oleh pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan seksual agar tidak ada unsur paksaan apapun di dalamnya.

Penyebab utama terjadinya PANCI adalah informasi mengenai kegiatan seksual yang diterima oleh remaja tidak valid dan lengkap. Masih banyak remaja yang asal menerima informasi dari internet tanpa mengetahui kebenarannya kemudian langsung diterapkan secara langsung. Oleh karena itu, diperlukan edukasi dari orang terdekat terutama dari orang tua para remaja. Orang tua tidak boleh terlalu banyak melarang, tetapi lebih baik melakukan pendekatan sehingga anak merasa nyaman untuk menceritakan kehidupannya. Apabila orang tua dan anak saling terbuka, edukasi seksual dapat berjalan dengan baik sehingga anak tidak mendapat informasi yang keliru.

Meskipun laki-laki juga dapat menjadi korban dari PANCI, mayoritas korban pemerkosaan tersebut tetaplah perempuan. Pada umumnya, perempuan yang menjadi korban masih berusia remaja dan memiliki pasangan dengan usia yang lebih tua. Dampak dari PANCI yang dialami oleh perempuan di antaranya adalah KTD, putus sekolah, depresi, diskriminasi dan pengucilan dari masyarakat, sampai percobaan bunuh diri.

Selain PANCI, saat masa pandemi seperti sekarang ini perlu juga diwaspadai pemaksaan untuk melakukan kegiatan seksual secara digital seperti sexting, video call sex, dan mengirim foto bagian tubuh yang intim. Pemaksaan tersebut dapat dikategorikan sebagai kekerasan seksual karena melanggar otoritas tubuh orang lain. Apabila kita dipaksa untuk mengirimkan foto atau video intim, cara menolaknya dengan secara langsung mengatakan tidak. Jejak digital saat ini benar-benar berbahaya sehingga sebaiknya tidak gegabah ketika mengirimkan informasi mengenai hal-hal yang sensitif.

Apabila seseorang menjadi korban kekerasan, jangan ragu untuk bercerita dan meminta pertolongan kepada orang terdekat yang dapat dipercaya. Tindakan PANCI harus segera dilaporkan agar korban dapat segera mendapatkan penanganan dan pelaku tidak mencari korban lebih banyak lagi. Banyak lembaga yang dapat membantu korban kekerasan seksual seperti PKBI (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia), Perkumpulan Samsara, Rifka Annisa Women’s Crisis Center, LBH Yogyakarta, dan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A).

Perempuan harus berpikir logis apabila berada di bawah paksaan orang lain untuk melakukan hubungan seksual. Laki-laki yang baik akan memahami apabila pasangannya tidak ingin melakukan kegiatan seksual, baik karena belum siap ataupun memang tidak ingin melakukannya. Perempuan harus berani keluar dari pola hubungan toxic yang dapat merugikan dirinya sendiri. Jangan lupa, mencintai seseorang harus realistis karena sebuah hubungan harus saling menguntungkan.

Ingat ya Sobat Remaja, perwujudan kasih sayang tidak harus ditunjukkan melalui kontak fisik, tetapi dengan saling menjaga satu sama lain juga merupakan perwujudan kasih yang tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata.  Stay safe!

 

Highlight

Article

Kick Off the 2nd Year of KOPAJA

On the first day of the activity, the agenda began with remarks from RISE Foundation representatives and the reading and signing of the cooperation contract. The main session discussed reflections on the implementation of the Urban Futures 2024 programme, with discussions on obstacles, lessons learned, and improvements that need to be made in 2025. One of the major changes is the adjustment of the cooperation model with CAI organisations, where in the future, KOPAJA will no longer refer to one particular organisation in involving inclusivity. This change aims to open up wider collaboration opportunities with various other inclusion organisations.

Read More »
Article

YOUTH NUTRITIATIVE II

RISE Foundation supported by the Global Alliance for Improved Nutrition (GAIN) Indonesia is committed to encouraging inclusive and meaningful youth participation in the fulfilment of the right to nutrition information and access to healthier, safer, affordable, responsible and less wasteful food for adolescents in Indonesia.
This commitment is realised through the Youth Nutritative (Nutrition Innovative) batch II initiative. Youth Nutritiative II is a continuation of the previous Youth Nutritiative programme which focused on issues such as healthier food choices, food labelling, food categorisation, and accessibility.

The programme is implemented from August to December 2024 by involving youth organisations from various backgrounds and issue focuses to collaborate in creating an ecosystem that supports the right to nutrition information, and access to healthy and sustainable food.

Read More »