Beberapa waktu terakhir, jagat dunia maya sempat dihebohkan oleh fenomena Citayam Fashion Week atau disingkat CFW. Bahkan, tak sedikit figur publik seperti aktor, aktris, kreator konten, hingga tokoh politik yang larut serta dalam fenomena ini. Tetapi, apa sebenarnya Citayam Fashion Week dan bagaimana kita memandangnya?
Apa itu Citayam Fashion Week?
Istilah ini mencuat setelah sekumpulan remaja asal daerah Citayam, Depok, dan Bojong Gede berkumpul dan membanjiri kawasan bisnis dan perkantoran di Jalan Sudirman, Jakarta. Pilihan diksi ‘Fashion Week’ diduga muncul karena keberagaman jenis gaya berpakaian yang dikenakan oleh para remaja ini, seolah mereka sedang beradu gaya di sebuah catwalk yang terbentang di Sudirman Central Business District (SCBD).
Benarkah Citayam Fashion Week adalah sebuah “fashion”?
Rasanya tak berlebihan jika istilah fesyen dilekatkan dengan fenomena remaja yang satu ini. Alex Thio dalam (Trisnawati, 2011:36) berpendapat bahwa fesyen mencakup apa saja yang diikuti oleh banyak orang dan menjadi tren. Meski demikian, fesyen selama ini memang selalu diidentikkan dengan gaya berbusana. Sifatnya yang mampu menggambarkan kepribadian seseorang, menjadi alasan mengapa remaja cenderung menggandrungi jenis fesyen tertentu.
Masa remaja adalah masa pencarian jati diri. Dengan mengenakan gaya berpakaian tertentu, mereka mencoba mengkomunikasikan nilai, status, kepribadian, dan identitas mereka kepada orang lain (Trisnawati: 2011). Contoh nyata yang bisa kita lihat adalah pengistilahan fesyen “cewek bumi”, “cewek mamba”, dan “cewek kue”. Ketiga istilah ini juga sedang hangat dibicarakan di media sosial. Fesyen mamba dicirikan dengan karakteristik berpakaian serba hitam yang menunjukan karakter berwibawa, kuat namun elegan. Fesyen bumi cenderung menggunakan warna earth tone yang menunjukkan kepribadian friendly, down to earth atau sederhana, dan cenderung tenang. Adapun fesyen kue identik dengan warna cerah sehingga cenderung memiliki kepribadian yang ceria, positif, dan energik.
Lantas, bagaimana dengan fesyen yang dipakai remaja Citayam ini?
Kebanyakan gaya busana yang tampak dalam Citayam Fashion Week adalah street style. Outfit yang mereka kenakan cukup beragam mulai dari oversized style, crop top, flannel shirt, dan celana jeans. Beberapa orang memandang hal ini sebagai sesuatu yang positif. Mereka berpendapat, remaja Citayam sangat percaya diri dan cukup kreatif dalam memanfaatkan media sosial untuk sebagai ajang aktualisasi diri. Hal ini patut diapresiasi, mengingat seringkali kita menemukan banyak remaja yang merasa minder dengan dirinya. Keberadaan Citayam Fashion Week menunjukkan bahwa siapapun bebas mengekspresikan siapa dirinya tanpa memandang status sosial.
Citayam Fashion Week dan kesehatan mental remaja
Dilansir dari okezone.com, Tika Bisono mengungkapkan bahwa usia remaja adalah waktunya seseorang unjuk diri untuk mendapatkan pengakuan dari orang lain. Masa ini dijelaskan lebih lanjut dalam teori “Eight Ages of Man” yang dikembangkan oleh psikolog asal Jerman, Erik Erinson. Dalam teorinya dijelaskan bahwa manusia mengalami tahapan-tahapan kehidupan yang akan dijalani sejak lahir hingga meninggal. Tiap tahapan memiliki peran dan target tertentu yang perlu dicapai agar proses perkembangan kepribadian menjadi optimal.
Ketika masa remaja, seseorang telah mencapai tahap kelima kehidupan yaitu “Sense of Identity vs Role Confusion”. Di tahap ini, seorang remaja akan mulai mencari identitas diri dengan mencoba hal-hal baru untuk mengaktualisasikan diri mereka. Citayam Fashion Week memfasilitasi anak muda untuk menciptakan ruang secara mandiri dalam menyalurkan dan mengembangkan kreativitas mereka, khususnya dalam membuat konten dan padu-padan fashion.
Kebebasan berekspresi ini juga secara tidak langsung, berpengaruh pada kesehatan mental remaja. Mengapa? Umumnya seseorang yang sulit mengekspresikan diri dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya rendahnya kepercayaan diri (low self-esteem). Faktor ini menurut penelitian yang dilakukan oleh Anna Luarssen, bisa berakibat pada kecemasan berlebih akan reaksi penolakan dari orang lain sehingga ia memiliki persepsi yang bias. Masalah ini pun dapat berakibat pada gangguan mental lain, misalnya depresi. Meski tidak selalu menjadi penyebab utama depresi, namun tetap saja hal ini bisa menjadi salah satu pemicu.
Narasi di atas didukung oleh hasil penelitian Jha et al (2017) yang menemukan bahwa sebagian besar remaja mengalami depresi akibat kesulitan dalam menunjukkan atau mengekspresikan perasaannya. Hal ini terjadi sebab masa remaja merupakan masa peralihan, di mana terjadi perubahan perilaku dan emosi seseorang. Kesulitan mengekspresikan perasaan biasanya menyebabkan stress dan dapat mengubah kepribadian seseorang.
Citayam Fashion Week dari segi nilai dan moralitas
Bicara soal moralitas, sifatnya memang sangat subjektif. Begitu pula dengan fenomena Citayam Fashion Week ini. Dalam wawancara yang dilakukan RISE Foundation kepada enam orang remaja, semuanya sepakat bahwa etika berpakaian masyarakat Indonesia berkiblat pada budaya Timur.
Kriteria pakaian dalam budaya Timur sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kesopanan. Pakaian harus menutup aurat, menyesuaikan dengan lingkungan, tidak mengandung unsur pornografi, dan sesuai dengan gender.
Sebagian besar masyarakat Indonesia memang masih menganggap bahwa pakaian harus sesuai dengan jenis kelamin seseorang. Misalnya, laki-laki akan dipandang aneh jika memakai rok atau perempuan yang mengenakan celana jeans dan jaket kulit diasosiasikan sebagai perempuan tomboy. Oleh karena itu, sebagian dari informan menganggap beberapa pakaian yang dikenakan oleh remaja di Citayam Fashion Week ini kurang sopan.
Namun, sebagian informan lain menganggap hal tersebut sebagai sesuatu yang kreatif dan berani. Remaja ini telah mendobrak batasan bahwa fesyen harus berasal dari berbagai brand ternama besutan luar negeri. Keberadaan mereka yang percaya diri mengenakan outfit lokal dengan harga lebih murah, berhasil membuktikan kalau siapapun berhak menentukan gaya mereka.
Adakah sisi positif dan negatifnya?
Setiap hal, tak terkecuali Citayam Fashion Week ini tentunya memiliki dampak positif maupun negatif. Citayam Fashion Week rupanya cukup menyedot perhatian publik, baik dari dalam negeri maupun mancanegara. Beberapa netizen bahkan menyamakan Citayam Fashion Week dengan Harajuku dari Jepang.
Dikutip dari CNBC Indonesia, media asing asal China turut menyoroti fenomena Citayam Fashion Week di Indonesia. Hal ini membuktikan bahwa anak muda dapat memberi dampak yang besar dari hal-hal yang mungkin dianggap sepele. Hadirnya Citayam Fashion Week juga bisa meningkatkan daya tarik wisata perkotaan, menunjukkan kreativitas fesyen remaja, dan mengembangkan ide-ide bisnis yang unik di sekitar lokasi Citayam Fashion Week.
Dari sisi yang berlawanan, Citayam Fashion Week juga memberikan hal negatif. Misalnya, kebersihan dan ketertiban jalan Sudirman yang menurun. Perlu diperhatikan juga, sebagian dari remaja Citayam Fashion Week ini merupakan remaja putus sekolah. Dikhawatirkan hal tersebut bisa memunculkan anggapan bahwa pendidikan bukan suatu kebutuhan.
Namun, terlepas dari dampak negatif maupun positifnya, sudah selayaknya kita mendukung kemunculan subkultur ini ke arah yang lebih baik dan produktif bagi bangsa kita.